Selasa, 10 Juli 2012

MONEY POLITIK = SUAP MENYUAP

 YANG MENYUAP DAN YANG DISUAP SAMA-SAMA MASUK NERAKA
 
Menjelang dilaksanakan Pemilu (baik Pemilihan Anggota DPR, Presiden dan Gubernur/Bupati), isu money politik (Politik uang) begitu populer.

Kenyataan yang ada dikalangan masyarakat, terutama penduduk miskin dan kumuh, masih banyak yang  senang menerima uang atau barang dari pasangan calon gubernur tanpa berpikir, apakah itu merupakan tindakan yang  mendidik atau justru merusaknya. 

Bahkan ada yang merasa pemberian uang atau barang tersebut sebagai “rezki yang turun dari langit” yang dapat dijadikan sebagai “berkah” di tengah-tengah berbagai kesulitan hidup. Istilah kata, rakyat sangat “Pragmatis” yaitu “lo mau kasih apa buat gue, baru gue pilih apa yang lo minta.”

Jadi, pilihannya bukan karena calon gubernur itu orang sholeh dan jujur, tapi karena calon gubernur itu kasih “sesuatu” untuk dia. Entah itu berupa uang atau barang. Inilah yang disebut sebagai suap, sebagaimana kisah Abdullah bin Ramlah ketika diutus oleh Rasulullah SAW kepada orang Yahudi untuk menentukan berapa kewajiban yang harus mereka (orang Yahudi tersebut) keluarkan dari budidaya kurmanya, di mana orang Yahudi tersebut menawarkan sebuah pemberian yang sangat berharga kepada Ramlah (agar pajak/upetinya dikurangi), namun Ramlah menolaknya dan mengatakan, "Apa yang kamu berikan berupa suap ini merupakan barang haram, kami orang Islam tidak boleh memakannya."

Karena begitu bahayanya masalah suap menyuap ini, sehingga Rasulullah SAW memberikan ancaman kepada mereka yang menerima suap dan melakukan penyuapan, Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang menyuap dan yang meminta suap, (kelak) masuk neraka" (H.R. Imam Ath-Thabrani). Dan dalam riwayat lain Imam Ath-Thabrani dari Tsaubah r.a., berkata, "Rasulullah melaknat penyuap, yang disuap dan si perantara, yakni orang yang menjadi perantara suap bagi keduanya".
                
Dari Ibnu Umar r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
لعن رسول الله صلى الله عليه و سلم الراشي و المرتشي
                Rasulullah SAW melaknat orang yang menyuap dan yang disuap. (HR. At Tirmidzi No. 1337, katanya: hasan shahih.  Abu Daud No. 3580, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 7066, katanya: shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim. Imam Adz Dzahabi berkata dalam At Talkhish:”Shahih”)

Senin, 14 Mei 2012

MENYOROT POTENSI ZAKAT & WAKAF INDONESIA

Pada tahun 2001 potensi zakat nasional adalah Rp 30,9 triliun. Pada tahun 2005 dan 2010, angka ini meningkat menjadi Rp 48,4 triliun dan Rp 106,6 triliun. Temuan ini secara umum sejalan dengan persepsi publik selama ini bahwa potensi zakat Indonesia adalah besar.
Namun bila potensi zakat ini dilihat sebagai persentase dari PDB (Produk Domestik Bruto), maka terdapat tendensi stagnasi (bahkan menurun), yaitu dari 1,9% dari PDB pada 2001 menjadi di kisaran 1,7% dari PDB pada 2010. Ini menunjukan, perlu optimalisasi peran zakat  secara institusional di lembaga-lembaga pemerintah dan swasta .
Selain potensi zakat yang sangat besar, potensi wakaf di Indonesia juga luar biasa. Luas tanah wakaf masyarakat menurut data Departemen Agama (2003) mencapai 1.535,19 Km persegi, yang tersebar pada 362.471 lokasi di seluruh Indonesia. Jumlah ini jauh lebih luas bila dibandingkan dengan luas negara Singapura.
Namun, tanah wakaf ini sebagian besar hanya digunakan untuk fasilitas ibadah. Belum terlihat pemanfaatan untuk  pembangunan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Salah satu solusi untuk meningkatkan kebutuhan publik akan wakaf di Indonesia adalah dana wakaf dari donasi masyarakat (wakaf tunai).
Oleh karena itu, perlu meningkatkan peran wakaf ini, agar bisa digunakan sebagai penyedia infratsruktur untuk pengentasan kemiskinan, misalnya penyediaan lahan persawahan sebagai agroindustri dan lahan perkebunan untuk industri perkebunan masyarakat, penyediaan gedung sekolah, tempat belajar dan lain-lain. Penggunaan wakaf untuk keperluan ini Insya Allah telah dibenarkan secara syariah, tinggal bagaimana kita mengoptimalkannya.#

Rabu, 18 April 2012

KISAH NYATA


Negara rugi Rp.40ribu, Kakek Tua Renta dipenjara

Usianya sudah 68 tahun, namun kakek Hasin masih giat bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Untuk memasak, kakek tua renta itu mengambil kayu dihutan. Akibat matanya yang sudah rabun, ia tidak tahu ternyata yang ditebang itu adalah pohon jati diarea yang dikelola Kesatuan Pemangkuan Hutan Saradan, Madiun, Jawa Timur.

Malang tak dapat dicegah, kakek yang tidak bisa berbahasa Indonesia itupun diseret ke Pengadilan. Dalam persidangan, sang kakek hanya didampingi tetangganya. Setelah jaksa membaca dakwaan, sidang dilanjutkan dengan mendengarkan keterangan dua saksi yakni polisi hutan yang mengetahui kejadian tersebut. Sang kakek berujar, “Saya nggak tahu kalau yang saya potong itu pohon jati karena mata saya sudah rabun,” jelasnya.

Kakek Hasin mengaku sering mengambil kayu diarea hutan tersebut, untuk dimanfaatkan sebagai kayu bakar didapur. Namun ia tidak tahu itu kayu apa dan berapa usia kayu itu. Selama persidangan kakek Hasin juga harus duduk mendekat dengan majelis hakim karena pendengarannya tidak lagi normal sehingga sulit mendengar ucapan hakim.

Meski sang kakek berusaha membantah bahwa ia tidak berniat mencuri karena kayu yang dipotongnya hanya seukuran lengan orang dewasa (dalam dakwaan jaksa disebut diameter kayu 10 sentimeter), namun pada hari kamis, 8 Maret 2012 majelis hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun mengganjar kakek tua renta itu dengan hukuman penjara selama 2 bulan 15 hari. Dalam persidangan yang hanya berlangsung 1 hari saja!

Selain dihukum penjara, kakek yang berasal dari Dusun Sumberan, Desa Rejomulyo, Kabupaten Ngawi itu juga didenda Rp.50ribu sebagai ganti kerugian Negara Rp.40.360. Hukuman terdakwa didasarkan pada Pasal 50 ayat 3 huruf e juncto Pasal 78 ayat 5 Undang-undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
(Sumber : diolah dari Koran Tempo edisi Jumat 9 Maret 2012)